Quantcast
Channel: Trying to Conceive – Mommies Daily
Viewing all 67 articles
Browse latest View live

Mau Hamil (Lagi)

$
0
0

Waktu baca editor’s letter bulan ini, saya jadi mikir-mikir lagi, apa ya mimpi yang mau saya wujudkan dalam waktu dekat? Ternyata, selain lagi getol mau renovasi rumah sebagai salah satu resolusi tahun 2014, saya pun punya keinginan untuk punya anak (lagi). Hihihi, iya, kalau Ira takut hamil lagi, saya justru sebaliknya. Mau tambah anak. Apalagi usia Bumi juga sudah 3,5 tahun, rasanya sudah cukup pantas untuk kalau punya adik.

Tapi, sebelum hamil (lagi), ada beberapa hal yang saya mau siapkan lebih dulu. Apalagi kalau ingat gimana perasaan saya saat pertama kali mengetahui sedang hamil.  Rasanya, mirip permen nano-nano. Antara kaget, haru, bahagia, senang, sekaligus perasaan khawatir yang begitu besar. Kenapa? Soalnya waktu itu tidak melakukan pemeriksaan kesehatan pra nikah, termasuk melakukan tes kesehatan sebelum hamil.


Padahal saya dan suami sama-sama cukup paham kalau pemeriksaan darah sebelum menikah sebenarnya wajib dilakuan. Fungsinya kan nggak cuma sekedar mengetahui kondisi kesehatan saya dan pasangan, tapi termasuk untuk memastikan kalau nantinya saya hamil, keturunan kami dalam kondisi yang sehat. Setidaknya, kalau ada sesuatu yang nggak beres, bisa melakukan tindakan antisipasi.

Nyatanya, sebelum menikah saya sama sekali nggak melakukan pemeriksaan pra nikah. Bismillah sajalah, pikir saya waktu itu. Padahal orangtua saya, khususnya mama sudah bawel dan mengingatkan berkali-kali. Cuma, karena dasarnya saya yang terlalu cuek dan bandel, pemeriksaan urung dilakukan sampai akhirnya saya dinyatakan positif hamil.

Alhamdulillah, setelah menikah 6 bulan, saya dan suami akhirnya dipercaya untuk memiliki momongan. Sadar  waktu itu belum sempat melakukan pemeriksaan, rasa khawatir pun nggak bisa saya tepis. Hal ini berkaitan dengan riwayat keluarga saya memiliki jejak keturunan pembawa sifat thalassemia. Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah yang mudah rusak dan umurnya lebih pendek dari sel darah normal. Dengan begitu, penderita thalassemia seringkali mengalami gejala anemia seperti pusing, rona wajah pucat, badan lemas, sulit tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang.

Kenyataan ini memang baru diketahui keluarga besar saya setelah keponakan saya, Nissa, di usianya yang baru 6 bulan, tiba-tiba mengalami penurunan HB yang sangat drastis. Bahkan hingga di ambang batas. Setelah melakukan berbagai pemeriksaan, akhirnya diketahui kalau keponakan saya ini menderita thalassemia. Umh, mungkin untuk cerita yang satu ini kapan-kapan akan saya ceritakan dalam artikel yang berbeda, ya. Betapa keluarga kami sangat syok menerima kondisi ini.

Karena takut dengan kondisi janin,  saya pun langsung mengajak suami kontrol ke dokter. Dari sana, akhirnya kami berdua melakukan tes darah. Alhamdulillah, setelah tes darah, suami saya dinyatakan bukan pembawa sifat thalasemia. Sedangkan saya, sampai sekarang masih belum bisa memastikan apakah pembawa sifat thalassemia atau tidak. Soalnya, untuk mengidentifikasinya masih butuh proses pemeriksaan laboratorium yang cukup panjang. Mulai dari pemeriksaan darah yang mencakup darah tepi lengkap sampai analisis hemoglobin. Yah…. paling nggak, saya sudah bisa bernapas lega karena suami saya alhamdulillah dalam kondisi sehat.

Yang pasti, kalau Bumi sudah besar, saya punya kewajiban menjelaskan perihal kondisi ini. Soalnya, jika memang ternyata saya membawa sifat thalassemia, maka 50% kemungkinannya adalah Bumi pun pembawa sifat. Ah, tapi mudah-mudahan saja nggak, ya….

Belajar dari pengalaman ini, dan ingat betapa stres dan nggak enaknya menangis setiap malam sebelum menerima hasil lab waktu itu, sekarang saya pun ingin melanjutkan untuk memeriksakan diri ke lab. Hal ini saya lakukan demi mewujudkan keinganan untuk memberikan Bumi adik. Demi mendapatkan keturunan yang sehat, ada beberapa hal yang mulai saya siapkan jauh-jauh hari, di antaranya:

Cek pra kehamilan

Seperti yang saya ceritakan di atas, sebelum mengandung lagi, salah satu kewajiban yang harus saya lakukan adalah melakukan cek pra kehamilan. Lagipula, saya cukup sadar biar bagaimana pun pada dasarnya, semua kehamilan punya risiko. Dengan melakukan tes kehamilan sebelum hamil, saya bisa kembali mendiskusikan sejarah medis untuk memastikan kondisi apakah saya siap untuk kehamilan baru. Rencananya, sih, akan beberapa pemeriksaan yang mau saya lakukan. Mulai dari cek fungsi kelenjar tiroid, imunitas terhadap infeksi, seperti cacar air, rubella, dan batuk rejan. Oh, ya, saya pun sudah merencanakan melakukan beberapa vaksinasi. Mengingat ada bebrapa vaksinasi hanya dapat dilakukan lebih dari 6 bulan sebelum dapat berefek pada kelahiran, mudah-mudahan niat saya ini cepat saya tuntaskan. Dan bukan sekedar rencana.

Menurunkan berat badan

Jujur aja, nih, menjalankan poin yang satu ini sebenarnya sangat berat, hehehee. Soalnya, sejak hamil Bumi dulu, berat badan saya memang cukup melonjak. Sayangnya, sampai sekarang bahkan berat badan saya belum kembali ke angka normal, seperti sebelum hamil. Walaupun bisa dibilang saya nggak gendut-gendut amat *pembelaan diri*, tapi tetap saja jadi ngeri kalau ingat ada sebuah penelitian yang menyebutkan kalau ibu dengan kondisi berat badan berlebih akan lebih mudah memiliki bayi dengan kelainan tertentu. Duh, mudahmudahan saya dan Mommies semua dijauhkan dari hal-hal yang nggak diinginkan seperti ini.

Untuk itulah, demi mewujudkan #sehat2014 saya mulai belajar (lagi) untuk makan-makanan yang sehat. Dan tentunya ditambah berolahraga. Beruntung, untuk soal yang satu ini suami dan lingkungan pekerjaan di Female Daily sangat membantu. Bahkan, Lita mengajak saya untuk rutin lari di GBK setiap Senin setelah pulang kerja. Bahkan Lita beberapa waktu lalu sempat mention ke saya di Twitter, “Seminggu sekali ya @gajahbleduk menuju #sehat2014, no excuses kalo kata Maria Kang :p”.

Persiapan Mental

Saya sangat percaya kalau kondisi kejiwaan seorang ibu sangat mempengaruhi kandungan. Makanya, setiap ibu hamil selalu diwanti-wanti supaya punya mental yang baik untuk mempersiapkan masa kehamilan. Biar gimana, mengalami masa kehamilan itu kan nggak gampang. Banyak banget perubahan-perubahan psikologis yang kita rasain. Untuk itulah saya berusaha sebisa mungkin untuk selalu menjauhkan pikiran negatif. Meskipun saya pernah hamil, bukan berarti infomasi saya mengenai kehamilan sudah tuntas hingga 100%. Ah, kalau soal ini, sih, masih banyak banget PR-nya. Apalagi kalau ingat banyak teman-teman cerita kalau pengalaman hamil ke dua mereka sangat jauh berbeda dibandingkan dengan kehamilan pertamanya. Nah, supaya nantinya  nggak kaget, rasanya persiapan mental wajib masuk  dalam list saya.

Harapannya, paling nggak kalau saya sudah melakukan tiga hal di atas, saya bisa lebih siap dan nyaman dengan kehamilan berikutnya. Dan yang paling penting, janin yang saya kandung juga bisa sehat secara optimal. Aamiin…

 

 

The post Mau Hamil (Lagi) appeared first on Mommies Daily.


Usia dan Tingkat Kesuburan Seseorang

$
0
0

Memiliki seorang anak adalah hal yang paling diinginkan bagi semua pasangan yang telah menikah, namun biasanya hal tersebut belum tentu sesuai dengan keinginan. Ada beberapa pasangan yang dengan mudahnya setelah menikah dapat memiliki momongan, tapi ada juga pasangan yang sudah bertahun-tahun belum juga dikaruniai anak.

Ada kemungkinan Ibu dan pasangan mengalami masalah kesuburan jika dalam waktu 1 tahun belum memiliki anak. Mempunyai masalah dengan kesuburan bukan berarti Ibu tidak bisa sama sekali memiliki anak. Anda bisa, tetapi biasanya prosesnya tidak sebentar.

Usia memang merupakan faktor penting jika Ibu dan pasangan memutuskan untuk melakukan tes kesuburan  dan pengobatannya. Karena seorang wanita pada usia 35 tahun memiliki risiko menurunnya kesuburan. Dan, jika Ibu berumur kurang dari 35 akan memiliki banyak waktu untuk dapat hamil. Selain usia, faktor berat badan, kesehatan dan gaya hidup juga dapat memengaruhi kesuburan seseorang.

Yang biasanya menjadi penyebab dalam masalah kesuburan ini bisa dibilang 50% disebabkan oleh sistem reproduksi wanita. Hal ini kemungkinan ada masalah dengan saluran telur atau tuba pallofi dalam melepaskan sel telur (ovulasi).

Sekitar 35% disebabkan oleh masalah dengan sistem reproduksi pria yang paling umum adalah jumlah sperma yang rendah. Dan pada sekitar 10% penyebab tidak dapat diketahui meskipun dilakukan pengujian. Sedangkan 5% pengujian disebabkan oleh masalah yang umum. Untuk hal ini lebih baik Ibu dan pasangan melakukan pengujian kesuburan untuk mengetahui lebih lanjut penyebab belum dikaruniainya si kecil dalam keluarga.

Sebelum dokter melakukan tes kesuburan akan ada beberapa pertanyaan tentang riwayat kesehatan Ibu dan pasangan. Mulai dari riwayat keguguran sampai penyakit radang panggul yang pernah dialami. Beritahukan juga tentang gaya hidup Ibu dan pasangan, seperti makanan sampai kebiasaan olahraga atau tidak.

Setelah itu barulah dokter melakukan tes kesuburan dengan mengambil sampel sperma dan cek ovulasi. Berbagai macam perawatan biasanya tersedia, tergantung apa penyebab masalah kesuburan Ibu dan pasangan.

Ibu bisa mengonsumsi obat yang dapat membantu untuk ovulasi (atas resep dokter), bisa dengan inseminasi (menempatkan sperma langsung di dalam saluran reproduksi wanita. Pasangan Ibu juga bisa melakukan beberapa prosedur untuk bisa meningkatkan jumlah sperma pasangan.

Selain itu dokter juga bisa menyarankan untuk melakukan amniosentesis atau villus chorionic sampling (yang lebih dikenal dengan CVS, di mana sel-sel dari plasenta yang diuji untuk mencari kelainan tanda-tanda genetik).

Pengobatan untuk kesuburan ini biasanya tidak murah, jadi Ibu dan pasangan harus mencari tahu berapa jumlah biaya untuk perawatan dan apakah asuransi Ibu akan menutupi biaya tersebut.

Masalah kesuburan ini memang menjadi masalah yang sangat penting dan bisa menimbulkan ketegangan antara Ibu dan pasangan. Berbagai cara bisa dilakukan dalam usaha untuk memiliki si kecil, jika belum beruntung dalam memiliki anak Ibu dan pasangan harus tetap yakin dan berusaha.

Sumber:

http://www.everydayhealth.com/health-center/fertility-problems.aspx

http://www.everydayhealth.com/pregnancy/ask-heidi/getting-pregnant/fertility.aspx

http://www.whattoexpect.com/preconception/ask-heidi/fertility-and-older-women.aspx

The post Usia dan Tingkat Kesuburan Seseorang appeared first on Mommies Daily.

Yang Harus Dihindari Saat Merencanakan Kehamilan

$
0
0

Perencanaan kehamilan bagi Ayah dan Ibu yang sudah siap menyambut satu tambahan anggota keluarga adalah bagian penting yang seringkali terlewatkan. Tidak hanya perencanaan finansial dan emosional, perencanaan yang berkaitan dengan kesiapan fisik Ibu juga perlu mendapatkan perhatian ekstra.

Berkaitan dengan kesiapan fisik dan kesehatan, ada beberapa hal yang harus Ibu waspadai dan jika perlu dihindari sepenuhnya. Beberapa di antaranya adalah:

  • Berhati-hati dalam mengonsumsi vitamin kehamilan

Asam folat adalah kandungan penting yang diperlukan oleh setiap calon ibu, termasuk Ibu yang sedang merencanakan kehamilan. Sekitar 400 mikrogram asam folat diperlukan oleh tubuh Ibu menjelang kehamilan untuk mencukupi asupan yang dibutuhkan. Namun, perlu diperhatikan bahwa banyak dari vitamin kehamilan juga mengandung vitamin A. Vitamin A yang dapat diterima oleh tubuh yang sedang bersiap untuk kehamilan normalnya adalah 770 mikrogram RAE atau 2,565 IU. Selalu cek kemasan vitamin yang Ibu minum, karena vitamin A yang terlalu berlebihan dapat berujung pada cacat kelahiran.

  • Berhenti merokok, minum minuman keras, dan meminum obat-obatan yang bersifat keras maupun narkotika

Rokok dan obat-obatan keras tidak hanya menurunan kualitas sperma dan meningkatkan ketidaksuburan dalam hormon, tapi juga berpotensi untuk memperbesar kemungkinan keguguran dan kelahiran prematur saat Ibu mengandung nantinya. Begitu juga dengan alkohol, jika terus-menerus dikonsumsi dalam upaya untuk hamil, dapat menuntun kepada cacat kelahiran nantinya. Selain itu, ketiga hal ini harus dihindari jauh sebelum perencanaan karena kandungan kimianya masih dapat tersisa di dalam darah untuk waktu yang lama.

  • Jika memungkinkan, hindari kafein

Minuman berkafein seperti teh dan kopi memang belum terbukti berpengaruh pada tingkat kesuburan, namun ada baiknya bagi Ibu untuk mulai membatasi konsumsi kafein. Jangan mengonsumsi kafein lebih dari 200 miligram per hari, ukuran kafein yang masih dianggap normal bagi Ibu yang sedang atau akan hamil.

  • Berat badan yang terlalu rendah atau terlalu berat

Penentuan berat badan ideal bagi persiapan tubuh dalam kehamilan dapat dilihat dari total indeks massa tubuh Ibu. Jika indeks massa tubuh Ibu di bawah 20, Ibu perlu menambah berat untuk dapat menjalani kehamilan yang bebas risiko. Jika indeks massa tubuh Ibu di atas 24, Ibu perlu berkompromi dengan menurunkan beberapa kilogram berat badan Ibu.

  • Hindari ikan laut yang mengandung zat merkuri tinggi

Ikan yang sudah pasti tidak boleh disentuh selama upaya untuk hamil adalah ikan hiu, ikan pedang, ikan tuna putih, ikan makarel, dan tilefish karena tingginya kandungan merkuri di dalam ikan-ikan tersebut. Ikan-ikan yang termasuk aman sebagai sumber omega-3 yang diperlukan calon Ibu adalah ikan herring, ikan salmon, dan ikan trout.

  • Hindari polusi lingkungan dan infeksi bakteri maupun virus

Batasi diri dari paparan bahan-bahan kimia yang ada di sekeliling Ibu, seperti radiasi matahari, zat pestisida, dan kandungan timah yang dapat meracuni tubuh. Tidak hanya bahan kimia berbahaya, bakteri dan virus yang terkandung di dalam apa yang Ibu konsumsi juga perlu diwaspadai. Hindari memakan makanan mentah seperti sushi atau keju maupun susu yang belum disterilisasi atau belum melewati proses pasteurisasi.

 

Sumber: http://www.babycenter.com/0_seventeen-things-you-should-do-before-you-try-to-get-pregnan_7171.bc

The post Yang Harus Dihindari Saat Merencanakan Kehamilan appeared first on Mommies Daily.

Motherhood Monday :Tina Wahono, “Belum Ada Anak Bukan Berarti Tidak Bahagia.”

$
0
0

“Tujuan punya anak kan nggak cuma sekedar karena kita ingin ada yang ngurus saat sudah tua nanti. Tapi lebih ke penerus kita, melanjutkan apa yang sudah kita lakukan. Kelak, saya juga mau meneruskan hal kebijakan yang sudah Mama saya ajarkan ke saya,” begitu kata Tina Wahono.

Sebagai perempuan, setelah menikah tentu memiliki keinginan untuk menyandang titel seorang ibu. Tujuannya, persis seperti yang dikatakan Mbak Tina di atas. Saya sendiri sangat setuju dengan kalimat yang diucapkannya ini. Sayangnya, nggak semua perempuan yang sudah menikah dengan mudah memiliki anak. Termasuk Mbak Tina.

Tahun ini, Mbak Tina sudah resmi menyandang status istri Mas Aji selama 7 tahun. Sayangnya, pernikahan mereka belum lengkap dengan kehadiran momongan.  Walaupun begitu,  bukan berarti pernikahan mereka nggak bahagia, lho! Di tengah proses ikhtiar untuk mendapatkan momongan, Mbak Tina pun menjalaninya tanpa ngoyo dan penuh rasa ikhlas. Nggak semua pasangan bisa melakukan seperti ini, kan?

Bahkan nggak jarang ada pasangan suami istri yang langsung memutuskan untuk berpisah lantaran belum memiliki momongan. Padahal, kalau dipikir-pikir, Bukankah dalam pernikahan memiliki anak sebenarnya merupakan bonus dari Allah? Kalaupun memang belum dipercaya  untuk memiliki anak, banyak cara untuk bahagia. Yang terpenting harus ingat komitmen dan janji saat awal menikah dulu.

Gambaran inilah yang saya lihat dari pasangan Mbak Tina dan Mas Aji.  Sebenarnya, perkenalan saya dengan perempuan yang biasa dipanggil Mbak Tina ini bisa dibilang tanpa sengaja yang akhirnya terus berlanjut hingga saat ini. Bukan cuma lantaran saya senang memesan sepatu buatannya atau sekedar main ke workshopnya karena bisa melihat berbagai jenis sepatu yang menggoda, tapi banyak hal menarik yang bisa saya petik darinya. Simak obrolan saya, yuk!

tinaji

Di awal pernikahan, sempat menunda untuk punya anak nggak, Mba?

Dari awal kita sama-sama nggak pernah mau menunda. Semua, ya, dinikmati saja, dikasih cepat alhamdulillah, kalau memang belum, ya, terus usaha aja. Sampai akhirnya, setelah enam bulan menikah kami sempat kontrol ke dokter, dan ternyata hasilnya normal. Dokter bilang kami berdua nggak kenapa-kenapa. Ya sudah, dari sana kita cukup lega. Mungkin memang belum waktunya saja, bahkan sampai usia pernikahan kami masuk 7 tahun.

Dalam rangka usaha punya momongan, sudah sejauh apa?

Selain berobat ke dokter kita juga sudah coba cara lain, alternatif, minum jamu-jamuan, sampai kata orang makan kurma muda, semuanya juga sudah kita coba. Sampai akhirnya setiap tahunnya kita rutin berobat. Memastikan saja semuanya nggak kenapa-kenapa. Yah, namanya umur, dan penyakit kan kita nggak pernah tau, ya.

Sampai akhirnya dua tahun lalu setelah umroh, kita berobat lagi. Waktu itu Mas Aji sempat tanya ke aku, aku mau coba bayi tabung saja? Lalu kita ke dokter untuk konsultasi, waktu itu dokternya ngeyakinin kita apa benar mau bayi tabung? Toh, umur juga sebenarnya masih muda dan dalam kehidupan modern sekarang ini banyak kok perempuan yang melahirkan di usia menjelang 40 tahun. Ya, pasti faktor risiko dan konsekuensinya lebih besar tapi nggak memungkinkan kalau aku bisa hamil dengan kondisi yang alami.

Sebelumnya aku juga sudah suntik hormon, dan minum obat-obatan lainnya. Sampai akhirnya Mas Aji sendiri ngerasa kasian, katanya, kok aku terus yang minum obat-obatan? Memang, sih, Mas Aji juga minum obat tapi porsinya lebih banyak aku.

Bayi tabung itu kan nggak menjamin kalau aku bakal hamil, prosesnya juga nggak gampang dan butuh kesiapan segala-galanya. Nggak cuma butuh kesiapan materi aja, mental sama fisik juga. Kata dokter, prosesnya juga sakit. Untuk menyiapkannya, kondisi aku juga harus disiapkan. Akhirnya kami berdua menunda untuk melakukan bayi tabung karena masih yakin kalau aku bisa, kok, hamil dengan kondisi alami.

Percaya aja, kalau suatu saat juga nanti Allah juga pasti akan kasih kalau memang waktunya tepat. Jadi sekarang sudah di titik ikhlas aja. Toh, kami berdua sudah mencoba dan berusaha.

Nah, kalau menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang nyebelin gimana? Pasti sering, dong?

Kalau aku sama Mas Aji itu kan tipenya memang suka bercanda, ya. Jadi semua dibawa santai aja. Saat kita sudah capek jawab pertanyaan, soal kapan punya anak? Kok, belum punya anak? Mas Aji jawabnya suka sambil guyon, “Iya, nih gue nggak tau beli voucher isi ulangnya di mana.” Ya, itu karena kita sudah sampai di titik malas untuk jawabnya. Ya, lagian siapa sih yang nggak mau punya anak?

Belum dikaruniai momongan, justru sering jadi pemicu masalah dalam rumah tangga atau sebaliknya?

Alhamdulillah, kami jarang berselisih. Jika ada perbedaan, kami selalu mendiskusikannya dalam suasana yang santai, nggak mau pakai urat dan otot, sehingga tidak pernah ada masalah yang terbawa sampai kami tertidur. Saat bangun tidur kami juga sudah happy lagi deh. Berselisihnya pun bukan karena momongan, kok. Dalam hal usaha mendapatkan momongan, kita justru saling menguatkan dan nggak saling menyalahkan.

Biar gimana pun ada saatnya kita jadi istri, sahabat bahkan jadi musuh. Biasanya, saat berselisih, untuk mensiasatinya supaya nggak berlarut-larur rasa sebelnya, kami selalu mengingat saat pertama kali kami jatuh cinta, hahaha. Norak, ya? Tapi itu manjur, lho.

Intinya, sih, dalam hubungan rumah tangga, kami selalu bisa menempatkan posisi kami sesuai porsi. Aku sebagai istri, ya harus tau diri, jangan ‘songong’ dan ada batasan tertentu yang nggak boleh dilanggar. Begitu juga sebaliknya. Buat kami harus bisa saling percaya, jujur, menghormati, mengisi, support, pokoknya serba salinglah. Tapi ya bukan berarti karena istri lantas bisa dilakukan layaknya pembantu, disuruh ini-itu, nggak juga lho. Ketika aku harus berangkat lebih pagi, sementara Mas Aji berangkat belakangan, tugas membereskan kasur dan kamar itu ya jadi tanggung jawab Mas Aji, hehehe. Tapi sebelumnya aku sudah menyiapkan pakaian dan sarapan.

Tapi, sempat terbersit nggak rasa takut kalau suami akan selingkuh, atau bahkan minta izin untuk poligami?

Setiap hal yang dilakukan dalam upaya mendapatkan keturunan kami selalu bersama, jadi aku yakin sekali kalau alasan selingkuh hanya demi mendapatkan anak, suamiku nggak sebodoh itu. Lain soal kalau secara medis memang salah satu dari kami dinyatakan mandul, dalam hal ini mungkin aku yang dinyatakan demikian, ya aku harus merelakan. Tapi kondisi kami kan nggak demikian.

Pelajaran penting yang bisa Mbak petik?

Belum dikaruniai anak, bukan berarti kehidupan rumah tanggaku jadi nggak bahagia dan berantakan. Hal ini justru membuat kami semakin dekat, dan semakin mengerti apa arti ‘pasangan’. Toh, kami berdua tetap berupaya, berbagai cara telah kami lakukan, baik secara medis maupun tradisional. Tapi mungkin Allah berkehendak lain. Kalau kami belum dipercaya untuk diberi titipan, ya kami pasrah. Paling tidak Allah mengerti seberapa besar usaha kami. Kami menyadari bahwa yang terbaik menurut kami belum tentu menurut Allah. Jadi, kondisi kami saat ini adalah yang terbaik menurut Allah, dan kami harus bersyukur.

Mungkin juga, belum punya anak kerena saat ini kami memang harus ngurus dan fokus ke orangtua. Kalau kita sudah punya anak, kita nggak bisa maksimal kasih perhatian ke orangtua. Sebisa mungkin kita selalu positive thinking terus. Yang penting kita terus berusaha dan berdoa, kalau memang sekarang belum dikasih juga pasti ada alasannya, salah satunya ya mungkin aku dan Mas Aji saat ini harus fokus ke orangtua.

Termasuk menjalankan bisnis sepatu juga?

Kalau bisnis sepatu kan sebenarnya sudah kami jalankan sebelum menikah. Awalnya, saat masih pacaran dengan Mas Aji, pernah tercetus dari mulutnya, kalau ada rejeki akan buat usaha sepatu sendiri. Mungkin, dia ‘gerah’ kali ya, sebentar-sebentar saya membeli sepatu, hahaha.

Peran Mas Aji dalam menjalankan bisnis sepatu ini memang sangat besar. Meskipun awalnya kami sama-sama belajar produksi sepatu bersam-sama, tapi memang untuk urusan produksi aku percayakan ke Mas Aji. Bagian aku untuk desainnya.

Banyak orang yang bilang, lima tahun pernikahan merupakan masa terberat. Kalau bisa melewatinya, ke depannya akan lebih mudah menjalaninya. Setuju?

Kalau dari pengalaman aku, sih, masa terberat itu justru 3 tahun pertama. Waktu itu rasanya benar-benar kaget karena bisa dibilang tahun awal memang masa penjajakan, pengenalan karakter. Tapi empat tahun terakhir ini aku justru sangat menikmatinya.

—-

Mudah-mudahan saja usaha yang dilakukan Mbak Tina dan Mas Aji untuk mendapatkan momongan segera bisa terwujud, ya. Termasuk para pejuang momongan lainnya dan saya yang memang ingin hamil (lagi) Insha Allah,  waktu dan kesempatan yang indah itu akan segera datang. Yang terpenting, jangan lupa untuk terus berusaha, berdoa dan ikhlas. Aamiin bersama, yuk!

 

The post Motherhood Monday :Tina Wahono, “Belum Ada Anak Bukan Berarti Tidak Bahagia.” appeared first on Mommies Daily.

Busy While Waiting

$
0
0

Desire to have a Child*Gambar dari sini

Di usia pernikahan yang genap 4 tahun di bulan ini, entah sudah berapa ratus kali saya menerima pertanyaan “Kapan hamil?, atau “Anaknya sudah berapa?” atau yang semacamnyalah. Bisa dibilang saya sudah semakin kebal untuk tidak merasa sedih, sakit hati, atau marah kepada para penanya tersebut. Meskipun tentu saja, ada kalanya saat kondisi hati sedang down, saya nangis juga deh diam-diam, hehe.

Saya mengerti, keluarga, sahabat, teman-teman, kolega, atau siapapun yang bertanya, tidak bermaksud buruk mengajukan pertanyaan itu, selain karena memang ingin tahu, atau sebagai tanda bahwa mereka memiliki perhatian pada saya dan suami. Maka jawaban saya (walaupun klise) adalah seputar “Belum rezeki, mohon didoakan segera mendapat momongan ya” dan kalimat sejenisnya, karena saya tidak mungkin menjelaskan pada beliau-beliau itu, upaya dan proses apa yang sedang kami lakukan untuk keinginan tersebut, bukan?

Nah, saya menuliskan ‘curhatan’ ini karena pertanyaan seorang sahabat (dia sudah memiliki dua anak yang lucu-lucu), kenapa saya terlihat baik-baik saja dan seolah begitu menikmati hidup, padahal belum dikaruniai momongan? Wow, sebuah pertanyaan yang jarang saya terima, dan membuat saya berpikir lama untuk menjawabnya.

Maka, mungkin hal-hal berikut ini bisa dianggap sebagai jawaban saya.

Pertama, saya pikir menikmati hidup (atau bahagia) seharusnya tidak bersyarat. Saya mencoba untuk tidak menggunakan kalimat “Saya akan bahagia, kalau…” dalam hidup saya. Toh bahagia seharusnya memang keputusan hati, tidak perlu hal-hal lain di luar diri kita untuk menentukan apakah kita bisa bahagia atau tidak. Just be happy, right here and now :). Alangkah merananya hidup saya jika tidak bisa menikmati hidup hanya karena belum punya anak, bukan?

Selanjutnya, seperti judul yang saya pilih, saya menyibukkan diri dalam masa penantian ini. Saya memang sengaja resign dan tidak bekerja kantoran lagi dengan harapan saya tidak terlalu capek sehingga proses menunggu kehamilan bisa segera datang. Tapi saya tetap sibuk. Urusan domestik tidak termasuk lah ya, tapi saya rajin mencari kegiatan dan kesibukan di komunitas-komunitas yang saya ikuti. Saya ‘memaksa’ diri saya untuk terus bergerak, berpikir, melakukan sesuatu, sehingga tak ada lagi ruang bagi saya untuk mengeluh atau bersedih atau putus asa. Menunggu terkadang memang menyebalkan, tapi jika kita sibuk, sebetulnya kita tidak pernah betul-betul menunggu.

Konon, selalu ada kepantasan atas segala sesuatu. Terkadang saya berpikir, apakah Tuhan menganggap saya belum pantas menjadi seorang Ibu? Sehingga Dia masih menunda memercayai saya memiliki anak-anak dari rahim saya sendiri? Tapi kemudian saya tahu, mungkin saya yang kurang memantaskan diri. Dan mulai membekali diri saya bagaimana menjadi Ibu yang baik, apa yang harus dan tidak boleh dilakukan saat hamil, di mana imunisasi dan sekolah yang baik bagi anak-anak, dan sebagainya dan seterusnya. Mudah-mudahan Tuhan kasihan melihat upaya saya ini ya hehehe.

Terakhir, bersyukur. Sebagai manusia biasa, saya mengakui saya selalu merasa kurang, menuntut sesuatu yang saya inginkan dengan tergesa, dan seringkali melupakan apa yang sudah saya miliki. Maka bersyukur adalah jalan terbaik, bahwa tak ada yang lebih ajaib daripada bersyukur, karena kekuatannya yang pasti akan menambah nikmat hidup.

Dear Mommies-wanna-be, be happy ya, tetap sibuk dalam kebaikan, dan selalu beryukur.

The post Busy While Waiting appeared first on Mommies Daily.

Perjuangan Mendapatkanmu, Nak…

$
0
0

image

Memiliki anak dalam suatu pernikahan adalah suatu hal terindah dalam hidup. Berbahagialah yang ‘tokcer’ cepat hamil. Bagaimana yang sulit hamil? Seperti saya ini contohnya.

Ketika menjelang menikah, saya dan suami tidak melakukan tes kesehatan pra nikah. Biasalah, terbuai dengan repotnya mengurus pernikahan dan bulan madu, hehe. Lesson lear: tes kesehatan pra nikah penting banget ternyata!

Setelah menikah, 6 bulan kemudian, saya belum hamil juga. Akhirnya saya beranikan tes TORCH. Kenapa tes TORCH? Karena di rumah saya pelihara kucing dan burung. Benar saja, tokso saya lebih tinggi daripada angka normal. Tapi ternyata tokso tidak hanya karena hewan, bisa juga karena makan makanan yang mentah. Memang sih, saya gandrung lalap, sate dan steak. Akhirnya hewan-hewan itu saya hibahkan ke teman dan saya pun diet ketat tidak mengonsumsi makanan mentah. Saya pun berobat ke dokter kandungan dan selama 4 bulan diberikan antibiotik, yang akhirnya saya stop. Saya beralih ke yang natural, minum air herbal yang mahalnya luar biasa selama 8 bulan dan toksonya masih ada, turun hanya sedikit.

Stres? Sudah pasti! Ditambah tekanan dari lingkungan.

Setelah lepas dari herbal, saya dan suami memperbaiki pola makan dan berolahraga. Segala informasi kami lahap dari internet yang berkaitan dengan pola hidup sehat selain itu kami jadi semakin dekat kepada Yang Di Atas. Cemas selalu ada tiap saat, apalagi ketika blogwalking ke blogger yang menulis bahwa mereka sudah melakukan segala cara termasuk inseminasi dan bayi tabung tapi masih gagal.

Kemudian kami mulai beranikan diri konsultasi ke dokter kandungan, saya diberi obat, sedangkan suami tidak. Program ini kami jalani dengan nothing to loose, bahkan ada kalanya saya lupa meminum obat tersebut, haha. Program dari dokter kandungan juga kami imbangi juga dengan akupuntur kesuburan, tepatnya sih saya. Suami tidak perlu diakupuntur kata dokter akupunturnya. Bahkan saya juga mengiyakan hal-hal yang berbau klenik, dengan alasan demi punya anak. Saya dikenalkan kepada orang yang katanya bisa mengangkat penyakit-penyakit dari dalam tubuh tanpa rasa sakit, itupun dijalani, hehe.

Saat orangtua saya pergi untuk umroh kami tak lupa menitipkan doa supaya diberikan momongan. Dan, apa yang terjadi? Tepat 3 bulan, ketika program dokter sudah berakhir dan akupuntur juga sudah mau berakhir (katanya akupuntur baru terlihat efektif setelah 3 bulan), testpack menunjukkan 2 garis! Alhamdulillah, sujud syukur! Usaha, keyakinan dan doa yang membuat kami berhasil mendapatkanmu, nak…

Mommies, ada yang mau share, apakah langsung tokcer atau harus berusaha dulu seperti kami?

The post Perjuangan Mendapatkanmu, Nak… appeared first on Mommies Daily.

We Are DINK Family!

$
0
0

dink_family*Gambar dari sini

Saya baru saja mengetahui ada istilah DINK tempo hari. Menurut wikipedia, DINK/DINKY (Dual/Double Income No Kids Yet), adalah kondisi di mana keluarga mempunyai dua penghasilan, pihak suami & istri, dan masih belum mempunyai anak. Istilah inilah yang tepat mendeskripsikan kondisi keluarga kami saat ini. DINK by condition, not by choice tepatnya. Di usia pernikahan kami yang ke-10 bulan, saya dan suami memutuskan untuk tetap bekerja dan kami belum mendapat titipan dari Tuhan :) . Daripada merenungi nasib, yang seringnya berakhir dengan galau yang ga jelas, kami pun memilih untuk bersyukur dengan kondisi kami saat ini.

Tidak bisa dipungkiri, menjadi keluarga DINK memberikan beberapa keuntungan bagi kami. Terutama dalam hal finansial dan hubungan interpersonal dengan pasangan. Kami berhasil membeli rumah pertama kali tak lama setelah pernikahan kami. Begitupun kendaraan, gadget, investasi. Juga segala macam untuk kebutuhan hore-hore kami. Kami bisa ‘bebas’ mengatur keuangan tanpa memikirkan kebutuhan anak.

Pun begitu dengan hubungan interpersonal. Kebetulan saya dan suami hanya berhubungan dekat 10 bulan sebelum menikah. Sisi baik dari DINK ini adalah saya lebih mempunyai waktu untuk mengenali karakter, mendalami sifat, dan belajar memahaminya. Vice Versa. Yang namanya rumah tangga ya, dua ego dan kepala menjadi satu. Konflik pasti ada. Harapan kami sih, setelah kami bisa saling memahami, konflik pun terkurangi. Sudah menjadi komitmen kami, untuk tidak berkonflik secara terbuka di depan buah hati kami kelak.

Kata teman-teman, enak dong pacaran terus? Hahaha, ini sih iya banget. Mall hopping, nonton midnight, jalan ke mana sekedar mencari makan enak, rencana traveling, membusuk seharian di kamar, masak bareng, kerja bakti bersihin rumah bareng, hayooo ajaaaa.. Belum ada tanggungan ini kan? :D

Tapi apa iya selamanya kami akan menjadi keluarga DINK?
Jawabnya pasti enggak ya. Kami pun ingin seperti keluarga yang lain. Mempunyai buah hati. Mungkin suatu saat kelak, saya juga berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Di usia pernikahan kami yang masih kurang dari satu tahun, sudah tiga kali ke Obgyn lho kami.. Rajin ya? :D . Setiap bulan pun, kami sudah menyisihkan sekian persen dari penghasilan untuk dana pendidikan. Hal ini kami lakukan untuk memastikan si kecil kelak mendapatkan pendidikan yang layak. Ya meskipun dia belum juga hadir di rahim saya..
Doakan sebentar lagi ya :)

 

The post We Are DINK Family! appeared first on Mommies Daily.

Setahun Hamil Tiga Kali!

$
0
0

“Halo, Apakabar……? Kenapa nih… Hamil lagi?”

Kata-kata tersebut adalah kata-kata pertama yang diucapkan dokter kandungan yang menjadi langganan saya saat saya masuk ke dalam ruangannya praktiknya. Sambil senyum malu, saya menjawab, “Baik dok… hehe tadi pagi sih testpack, terus garisnya ada dua..”

Yap! Saya memang langganan hamil.

Awal cerita, saya menikah pada bulan Juni 2013 dan July 2013 Saya positif hamil. Tentunya kehamilan tersebut membuat perasaan saya bercampur aduk, mulai dari senang, heran, kaget, bingung karena jujur saja saat itu memang kami baru saja menikah dan belum terlalu berpikir ke sana.

Namun ternyata Tuhan berkata lain, karena pada Agustus 2013 saya harus mengalami keguguran. Saat saya keguguran, kebetulan kami sedang mudik lebaran 2013 ke Surabaya. Ceritanya saat saya bangun tidur, saya merasa pusing banget, dan mau buang air kecil. Eh, pas buang air kecil, tiba-tiba keluar darah ditambah perut bagian bawah rasanya sakit banget. Karena panik, akhirnya kami langsung pergi ke dokter, dan dokter yang saya datangi, mengatakan kalau janin masih ada tapi , kok, besarnya gak sesuai sama usianya ya? Walau sedih tapi saya merasa agak tenang.

Namun setelah dari dokter, pendarahan yang saya alami kok malah semakin hebat dan perut rasanya sakit banget ditambah bokong seperti mau copot! Keesokan harinya kami pun ke dokter lagi, namun ke dokter yang berbeda yang kebetulan masih kerabat dari mertua saya. Setelah di-USG, dokter tersebut menyarankan untuk kuret karena beliau bilang kalau ini sudah ga berbentuk lagi..

Saya yang cukup cengeng, denger kata-kata itu tambah ‘mbrebes mili’. Akhirnya saya dikuret di H-1 sebelum lebaran Idul Fitri dan H-1 sebelum saya ulang tahun, rasanya dunia runtuh.. Lalu, seminggu kemudian, hasil lab pun keluar dari hasil kuret tersebut, dan memang hasilnya tidak ada yang “aneh”.

Empat bulan berjalan setelah saya mengalami keguguran, saya hamil lagi. Namun singkat cerita, pada Januari 2014 setelah saya USG ke dokter, keesokan harinya saya mengalami Blighted Ovum (BO) dan harus dikuret lagi padahal sebelumnya, dokter sudah memberikan obat penguat dan vitamin yang cukup banyak. Hasil lab juga mengatakan kalau semua normal.

Di sinilah fase di mana saya merasa cukup down dan stres. Sangat tidak mudah untuk saya dan suami untuk menghadapi kenyataan kalau saya sudah 2 kali keguguran di waktu pernikahan yang belum genap 1 tahun. Jujur, saat itu saya sering kali merasa sedih dan akhirnya nangis sendiri kalau memikirkan ini. Ditambah dengan hampir tiap hari, timeline media sosial saya, ramai dengan kicauan-kicauan tentang kehamilan dari teman-teman. Hal Ini membuat saya semakin merasa down dan ini pun menjadi salah satu pembelajaran, jika nanti saya hamil, saya tidak mau terlalu meng-expose di media sosial. Karena menurut saya, terkadang ini menjadi hal yang cukup sensitif bagi beberapa orang.

Namun dibalik rasa stres dan down yang saya rasakan saat itu, sungguh banyak hal yang saya pelajari, Saya memang sudah sampai tahap ingin sekali hamil dan punya anak. Saya mulai introspeksi diri dengan lebih mengontrol emosi saya, Alhamdulillah saya merasa lebih calm.

Sejak itu, saya mulai makan makanan yang sehat dengan rajin mengonsumsi buah-buahan terutama pisang, wortel, apel dan semangka serta minum susu secara teratur. Hal ini juga saya terapkan ke suami. Selanjutnya kami juga pergi ke dokter kandungan untuk konsultasi, selain vitamin E, Zinc dan Asam folat, dokter saya pun memberikan semangat dan spirit yang memang sangat berpengaruh ke dalam diri kami dan mungkin menjadi titik balik saya untuk keluar dari rasa stres dan down ini.

Setelah itu tiba-tiba muncul ide di pikiran saya untuk membeli buku-buku tentang Islam dan persiapan kehamilan. Mungkin tak ada hubungannya, tapi hal ini karena saat itu saya sudah bingung bagaimana saya harus mengatasi perasaan saya. Saya berpikir, mungkin saya harus meng-upgrade diri saya agar bisa mengontrol rasa stres ini.

Bagi saya, ternyata cara ini cukup jitu. Karena dari buku-buku yang saya baca, banyak hal yang saya pelajari. Yang tadinya saya tidak tahu, akhirnya menjadi tahu dan lebih tahu bagaimana harus menjalaninya.

Dan salah satu ikhtiar yang saya lakukan juga cukup unik, yaitu pergi ke Sinshe. Sinshe tersebut bernama Sukimin Taryono yang sudah membuka praktik selama puluhan tahun di daerah Rawamangun. Ada dua orang yang saya kenal yang memang berhasil hamil melalui terapi refleksi dan minum ramuan dari Sinshe ini. Walau terasa cukup berat karena jarak yang jauh dari kantor dan rumah serta macetnya yang cukup membuat pusing, ditambah lagi harga obat herbalnya pun membuat kantong semakin cekak. Tapi demi mendapatkan buah hati, saat itu rasanya apapun akan saya lakukan.

photo

Setelah menjalani ikhtiar-ikhitiar tersebut, Alhamdulillah pada Juni 2014, saya positif hamil lagi. Dan yang menggembirakan, saat ini usia kandungan saya saat ini sudah mau memasuki 28 Minggu. Rasa syukur terus menerus yang tidak bisa saya deskripsikan lagi, Alhamdulillah saya bisa melewati trisemester awal tanpa ada pendarahan, namun memang saya menjalani bedrest total pada trimester awal kehamilan.

Satu hal yang saya enggak akan pernah lupa adalah kalimat nasihat dari dokter kandungan yang membuat saya juga lebih semangat untuk berusaha. “Kalau mau hamil itu bagaikan membangun rumah, biar kokoh, harus disiapin dulu semen yang cukup, batu yang bagus, dan kayu yang kuat. Jadi intinya cukupi dulu dengan baik nutrisi didalam tubuh, ditambah dengan kesiapan mental dari orang tua calon bayinya .”

Doakan kehamilan saya lancar sampai tiba  saat melahirkan nanti, ya, Mommies!

The post Setahun Hamil Tiga Kali! appeared first on Mommies Daily.


Program Bayi Tabung Tidak Selalu Mahal

$
0
0

Akhir pekan lalu, saya sempat bertemu salah satu teman dekat semasa kuliah. Setelah 7 tahun menikah, teman dekat saya ini memang belum dianugrahi seorang anak. Awalnya, sih, dia mengaku santai-santai saja. Ia bilang, “Mungkin Tuhan belum percaya pada kami. Nanti kalau sudah rezeki, waktunya juga akan ada,” begitu katanya.

Tapi seperti kebanyakan pasangan lain, lambat laun akhirnya teman saya ini mulai merasa khawatir. Ia pun sudah mulai melakukan berbagai usaha baik lewat metode medis seperti inseminasi hingga lewat jalur alternatif. Sayang, usaha yang ia tempuh dua tahun belakangan ini belum membuahkan hasil. Bagusnya, sih, teman saya ini nggak patah semangat. Kondisi ini justru membuatnya jadi hidup lebih sehat dan tambah kompak dengan sang suami. Malah katanya, dalam waktu dekat mereka ingin mencoba program bayi tabung.

IVF donation tins

“Masalahnya, sekarang masih pilih Rumah Sakit yang tepat, nih. Teman-teman, sih, banyak yang mereferensikan untuk melakukan program bayi tabung di Penang, Malaysia. Katanya jauh lebih murah dan tingkat keberhasilannya sangat tinggi. Selain itu, masalah biaya juga yang harus dipertimbangkan,” begitu ujarnya.

Mendengar niat sahabat saya ini, saya pun langsung teringat dengan forum Mommies Daily. Di salah satu thread-nya memang membahas soal program bayi tabung. Dengan ikutan forum seperti ini, tentu saja  bisa memudahkan sahabat saya untuk menentukan pilihan dan mendapat berbagai referensi. Tapi, untuk masalah program bayi tabung apakah memang kualitas Rumah Sakit di Indonesia itu kalah dibandingkan dengan Rumah Sakit yang berada di luar negeri?

Memang nggak bisa dipungkiri ya, kalau saat ini banyak masyarakat Indonesia yang lebih memilih untuk melakukan perawaran di luar negeri, termasuk masalah bayi tabung ini. Menurut pandangan saya, sih, hal ini nggak terlepas dari faktor kepercayaan, ya.

Pandangan saya ini ternyata juga diaminin dr. Aman Pulungan Sp.A(K), “Membangun kepercayaan masyarakat itu memang tidak mudah. Akan tetapi kami bisa menjamin berdasarkan riset dan pengalaman yang dokter Indonesia miliki, ini menjadi jaminan bahwa kualitas dokter Indonesia tidak kalah bersaing dengan dokter-dokter luar negeri,” tuturnya saat saya temui di acara ulangtahun Klinik Daya Medika yang ke-3 beberapa waktu lalu.

Untuk membuktikan kalau kualitas dokter di Indonesia patut diakui, waktu itu dokter berkepala plontos ini juga mengungkapkan kalau sebenarnya sudah ada kolaborasi study yang dilakukan dengan dokter-dokter se Asean. Hasilnya pun menggembirakan, karena lewat study membuktikan kalau kualitas dokter Indonesia diakui.

Selain itu, rupanya, dokter Spesialis anak & konsultan Endrokinologi ini juga punya analisa lain kalau sebenarnya keputusan masyarakat Indonesia untuk berobat di luar negeri bukan hanya karena kualitas dokter. Sebut saja soal penanganan bayi tabung di Penang, Malaysia. Katanya, dengan hanya mengeluarkan Rp 40 juta per siklus, seorang pasien sudah mendapatkan satu paket, sampai obat-obatan. Itu pun masih dapat bonus jalan-jalan plus fesyen. Sementara, di Indonesia, selama ini bisa mencapai angka. Rp 50 – 100 juta.

Ternyata, program bayi tabung di Indonesia juga nggak kalah dengan Rumah Sakit di luar negeri, ya. Malah, biayanya bisa dibilang jauh lebih murah. Lengkapnya, baca halaman berikut ini, deh.

The post Program Bayi Tabung Tidak Selalu Mahal appeared first on Mommies Daily.

Happy Mommy, Healthy Baby

$
0
0

Saat saya hamil dan menyusui, banyak sahabat menyarankan untuk menghindari stres karena akan berdampak pada tumbuh kembang janin dan bisa berdampak lebih jauh kepada lancar tidaknya ASI ketika menyusui. Bahkan bisa berdampak pada emosi si kecil saat ia dewasa. Secara logika sederhana saya saran ini sangat masuk akal, karena janin akan merasakan apa yang kita rasakan.

Healthy-Happy-Pregnancy

Gambar dari sini

Selama kehamilan dan menyusui, ini dia beberapa ritual yang saya lakukan untuk meminimalkan stres:

1. Positive thinking

Saya percaya, semua berawal dari pikiran – seperti kata quote “You’re what you think!” . Hal ini juga berlaku untuk menekan rasa mual selama kehamilan. Saya membatin kepada janin yang ada dalam kandungan “Dek, baik-baik ya di dalam, supaya Bunda kalau mual nanti saja menjelang pulang kantor”, dan ternyata cara ini berhasil. Selama saya hamil, rasa mual selalu datang menjelang jam pulang kantor. Di sisi lain, ketika menyusui ASI yang diproduksi dipengaruhi oleh hormon oksitosin – hormon ini hanya bekerja apabila kita diliputi perasaan-perasaan yang positif. Misalnya bahagia, diperhatikan atau disayangi.

2. Relaksasi

Tidak perlu sesuatu yang mahal, kok, untuk melakukan relaksasi ini Mommies. Di tengah-tengah kesibukan kantor saya suka membuat teh hangat sembari menghirup aroma khas dari teh tersebut. Sementara itu saat menyusui, saya meminta suami memijat lembut daerah punggung, selain menimbulkan efek relaks, cara ini juga ampuh membantu melancarkan produksi ASI.

3. More reward for our self

Kadang-kadang kita suka nggak adil pada diri sendiri, sudah capek di kantor atau memiliki setumpuk pekerjaan rumah masih saja diri ini dipaksa untuk melakukan sesuatu yang menguras pikiran dan tenaga – give a space for you self Mommies. Misalnya, makan es krim dengan rasa favorit Anda, membeli pakaian yang sudah lama Mommies incar, atau bahkan kencan dengan suami tersayang?

4. Teknik menyusui yang benar

Selain diri kita harus merasa bahagia, sebaiknya calon ibu juga mengetahui dari awal teknik menyusui yang benar. Minimal secara teori dan visualisasi – atau bisa melihat langsung saudara, kerabat atau sahabat saat menyusui. Dengan begitu, secara psikis kita akan merasa punya bekal yang mumpuni dan siap menyusui saat waktunya tiba.

Intinya, selama hamil dan menyusui sebisa mungkin hanya perasaan bahagia yang boleh mampir dalam keseharian Mommies, karena Happy Mommy, akan menghasilkan Healthy Baby.

Bicara soal ibu dan bayi yang bahagia. Mommies Daily, Transpulmin BB dan Kamillosan akan mengadakan acara dengan tema tersebut “Happy Mommy, Healthy Baby”. Cari tahu di halaman berikutnya ya Mommies.

The post Happy Mommy, Healthy Baby appeared first on Mommies Daily.

Rencana Menjadi Ibu Sempat Terhalang PCOS

$
0
0

Ditulis oleh: Monik Wulandari

Sejak merencanakan pernikahan saya lima tahun yang lalu, saya tahu, saya ingin menjadi seorang ibu. Namun PCOS sedikit menghambat keinginan saya itu.

Tak semua perempuan yang saya kenal, ingin menjadi seorang ibu. Tapi seperti yang juga sering saya dengar, manusia boleh berencana, Tuhan yang akan menentukan, hehehe. Ada beberapa teman yang tak merencanakan untuk hamil atau segera hamil setelah menikah, justru dikaruniai buah hati. Sebaliknya dengan saya.

PregLP1

*Gambar dari sini

Setahun pertama pernikahan, beberapa kali saya diberi false alarm. Telat menstruasi satu hingga tiga minggu, benar-benar membuat hati saya diam-diam kegirangan. Berharap kali ini berbeda ketika saya membeli beberapa merk test pack kehamilan. Sayangnya, hingga melewati anniversary kami yang kelima, saya belum kunjung hamil.

Sudah pasti, saya dan suami segera memeriksakan diri setelah tahun pertama kami berlalu. Sayangnya memang ada sedikit kendala bagi kami berdua. Awalnya saya mengalami penyumbatan di salah satu tuba falopi, sehingga menghambat sel telur meluncur ke tempat yang seharusnya. Well, untungnya hanya satu sisi, dan setelah melewati beberapa kali fisioterapi, kedua saluran tersebut dinyatakan lancar kembali.

Tapi dengan kehamilan yang tak kunjung datang, akhirnya saya mencoba memeriksakan ke dokter kandungan yang berbeda. Kali ini, diketahui bahwa saya mengidap PCOS (Polycystic Ovary Syndrome), suatu kondisi ketidakseimbangan hormon, yang menyebabkan gangguan kesuburan dan sulitnya terjadi kehamilan. Penyebabnya? Kemungkinan besar adalah adanya keturunan diabetes dalam keluarga saya.

Saat saya cari tahu, gejala PCOS pada setiap perempuan berbeda. Namun beberapa gejalanya adalah adanya gangguan menstruasi, muncul bercak hitam di area kulit belakang leher, bawah lengan, bawah lutut dan beberapa area tertentu lainnya karena tingginya kadar insulin, hingga peningkatan kadar hormon androgen yang dapat terlihat dari pertumbuhan rambut berlebih pada tubuh dan wajah, timbul banyak jerawat, wajah lebih berminyak dan terjadi penipisan rambut pada kepala. Selain memproduksi hormon estrogen dan progesteron, perempuan sebenarnya juga memproduksi sedikiiit hormon testosteron. Peningkatan hormon inilah yang bisa menghambat proses pematangan sel telur.

Meski bobot dan lingkar pinggang saya termasuk ideal, dokter menganjurkan saya untuk menjalani diet untuk mengurangi lingkar perut yang kelebihan 2cm dari batas maksimal perempuan, yaitu 80cm. Tapi meski lingkar perut sudah susut, ketika melakukan USG, tak ada perubahan kualitas dan ukuran dari sel-sel telur tersebut.

Saya pun mencoba rekomendasi seorang teman untuk mengunjungi salah satu dokter yang memiliki antrian terpanjang di Jakarta. Dokter tersebut menyarankan saya untuk mencoba program inseminasi. Sel-sel telur saya dirangsang untuk berkembang dengan menyuntikkan obat hormon setiap malam, selama dua minggu berturut-turut.

Tapi dasar bebal, sel telur tersebut tidak merespon. Sang dokter pun menyarankan untuk mengikuti program (In Virto Fertilization) atau bayi tabung. Walaupun saya tahu ada program bayi tabung yang cukup bersahabat di kantong. Namun berhubung saya masih  dalam keadaan masih kecewa, saya menolak pilihan tersebut. Apalagi saya tahu, kalau selain menyiapkan uang, dan fisik, tenang atau tidaknya pikiran juga berperan besar terhadap kesuksesan program bayi tabung ini.  Entah saya merasa itu akan menjadi pilihan terakhir dan saya khawatir bila obat-obatan tetap tidak mempan terhadap tubuh. Saya pun ‘meliburkan’ diri berkunjung ke dokter.

Kali ini giliran teman suami merekomendasikan tempat pengobatan alternatif. Saya sudah wanti-wanti, kalau dipijat, disetrum (kalau ada) atau berbau mistis, saya tidak akan mau. Tapi karena yang merekomendasikan pun dapat dipercaya, akhirnya kami berkunjung ke sang ahli yang disebut Pak De.

Singkat cerita, saya hanya meminum air rebusan kacang hijau, lagi-lagi jus tomat, dan obat herbal racikannya. Rutinitas ini pun hanya bertahan tiga bulan. Saya dan suami lantas memutuskan untuk istirahat dulu dari perjuangan kami selama empat tahun terakhir. Saya pun sempat memutuskan kembali bekerja, setelah dua tahun lamanya resign dari pekerjaan lama sebagai Fashion Director.

Hingga akhirnya seorang teman semasa SMA justru memberitahukan sedang ada promo untuk program bayi tabung di rumah sakit tempat saya mencoba inseminasi. Bukan perempuan namanya, kalau tidak langsung tergoda promo. Sepulang konsultasi dengan dokter dengan nomor antrian panjang, tiba-tiba saja ibu mertua menelepon. Beberapa tahun lalu, beliau tidak terlalu menanggapi keinginan kami untuk melakukan bayi tabung dengan alasan masih ada cara lain yang mungkin belum ditempuh. Tapi telepon kali ini, tanpa disangka, beliau justru menyuruh kami untuk melakukan bayi tabung, bahkan mau membantu biaya yang akan dikeluarkan. Mungkin ini penggunaan yang tepat untuk istilah mendapat durian runtuh, ya?

Akhirnya, bulan Ramadhan kemarin yang kami percayai penuh keberkahan ini menjadi awal mula perjuangan kami selanjutnya. Tunggu cerita saya selanjutnya, ya.

 

The post Rencana Menjadi Ibu Sempat Terhalang PCOS appeared first on Mommies Daily.

Sulit Hamil? Jangan-jangan Alergi Sperma

$
0
0

Ada yang pernah mendengar tentang alergi sperma? Meskipun kondisi ini jarang terjadi, tapi memang ada yang mengalami, lho. Salah satu akibat yang ditimbulkan adalah, kesempatan untuk hamil pun menjadi lebih sulit.

Beberapa waktu lalu saya sempat ngumpul dengan teman-teman lama. Obrolan yang semula ngalor ngidul pun akhirnya sampai pada topik kehamilan. Saya curhat kalau sedang berusaha untuk hamil (lagi), teman yang lain bercerita kalau kehamilan anak ke-dua dirasakan lebih sulit. “Ya, mungkin karena faktor U juga kali, ya. Badan udah renta, jadi bawaannya capek terus,” ujarnya. Sementara teman saya yang satu lagi cerita kalau ada kerabatnya yang susah sekali untuk hamil lantaran alergi sperma sang suami.

alergi sperma

Sebelum mendengar cerita dari kawan saya ini, saya memang sudah pernah mendengar soal alergi sperma. Tapi pengetahuan saya, ya, cuma sebatas alergi sperma bisa menyebabkan gatal. Kenyataannya, alergi sperma bisa menyulitkan bagi pasangan yang ingin punya momongan. Terus, gmana dong? Sayangnya, informasi yang diketahui teman-teman saya mengenai alergi sperma juga belum banyak. Untuk itu saya pun mencoba menggalinya dari dr. Yusfa Rasyid, SpOG.

Dr. Yusfa Rasyid, SpOG menjelaskan bahwa alegi sperma bisa terjadi karena sperma dianggap benda asing oleh tubuh istrinya. Dengan begitu, sperma akan ‘diserang’ oleh kekebalan tubuhnya. Hal ini terjadi apabila tubuh kita membentuk antibodi terhadap sperma suami. Dengan begitu, tubuh akan membentuk respon kekebalan terhadap benda asing (antigen) yang masuk ke dalamnya. Jika terjadi kontak antara sperma dan sistem imun, maka tubuh istri akan membuat antibodi. Tapi memang nggak semua antibodi perempuan akan memicu aktifnya sistem imun.

Yang bikin prihatin, kondisi ini ternyata memengaruhi masalah kesuburan. Di mana reaksi internal terhadap sel sperma bisa menyebabkan perempuan sulit hamil. Sebabnya, sistem imun dalam tubuh perempuan akan melawan protein sperma sang suami. Ibaratnya sperma suami akan dianggap seperti bakteri.  Pergerakan sperma akan terhambat karena adanya antibodi ini. “Jadi, pergerakan sel sperma akan lebih dulu berenang ke saluran indung telur. Sementara, saluran ini merupakaasyinn tempat sperma membuahi sel telur. Nggak aneh juga, kalau salah satu dampak alergi sperma ini mengakibatkan sulitnya terjadi kehamilan.

Oh, ya, selain alergi sperma ternyata ada juga yang mengalami alergi dengan cairan mani (semen) sang suami. Reaksi alergi ini jutsru akan lebih cepat dirasakan karena akan menimbulkan gatal. Bahkan, ada juga yang sampai merasakan panas dalam organ intimnya. Untuk memastikan apakah kondisi gatal ini merupakan reaksi alergi cairan mani, tentu saja diperlukan konsultasi yang lebih mendalam. Biar bagaimana pun, jika kita memang lalai untuk menjaga kebersihan organ intim tentu saja bisa merasakan gatal akibat infeksi jamur.

Untuk mencegah terjadinya gatal, memang bisa menggunakan kondom. Salah satu langkah yang tepat untuk menghindari terjadinya kontak langsung cairan sperma atau semen dengan dinding vagina. Tapi, hal ini tentu saja akan mempersulit terjadinya kehamilan. Waktu itu, dokter yang praktik di RS. YPK dan Medistra ini menjelaskan kalau ada terapi yang bisa dijalankan, yaitu terapi steroid, di mana sistem ketahan tubuh ini akan ditekan dengan pemberian obat-obatan. Termasuk menekan reaksi antibodi dengan obat-obatan berupa suntikan atau pun tablet.

Salah satu solusi yang bisa ditempuh bagi pasangan yang istrinya mengalami alergi sperma atau pun semen bisa melakukan inseminasi. Sebuah teknik dalam dunia medis untuk membantu proses reproduksi dengan cara memasukkan sperma yang telah disiapkan ke dalam rahim menggunakan kateter. Hal ini bertujuan membantu sperma menuju telur yang telah matang (ovulasi) sehingga terjadi pembuahan.

Berbeda dengan proses bayi tabung, proses inseminasi itu merupakan pembuahan alami. Sang suami perlu melakukan masturbasi lebih dulu sehingga sperma bisa diambil untuk dianalisis, dibersihkan (preparasi). Setelah itu sperma kemudian akan dimasukan ke rahim istri dan sperma berjalan sendiri menuju indung telur sehingga pembuahan terjadi alami. Cara lain yang bisa dilakukan dipilih adalah lewat bayi tabung (IVF). Saat ini, pilihan untuk melakukan bayi tabung memang sudah sangat banyak, bahkan ada beberapa Rumah Sakit yang menawarkan harga spesial.

Meskipun alergi air mani bisa dibilang langka, namun,  Dosen ilmu reproduksi di Manchester Metropolitan University Michael Carroll mengungkapkan, berdasarkan penelitiannya, ada sekitar 12 persen wanita yang mengalami alergi tersebut. Menurutnya, kasus alergi air sperma ini banyak tidak diketahui dan terdiagnosis saat diperiksa oleh dokter, lantaran banyak pasien yang enggan mengungkapkan hal sebenarnya. Hal ini tentu saja bisa mengakibatkan diagnosa yang salah, apalagi katanya, gejalanya mirip dengan penyakit kulit dermatitis atau beberapa penyakit menular seksual.

The post Sulit Hamil? Jangan-jangan Alergi Sperma appeared first on Mommies Daily.

3 Penyebab Perempuan Sulit Hamil

Para Suami, Jangan Hanya Salahkan Istri Jika Belum Memiliki Anak

Berapa Biaya Persalinan di Rumah Sakit Jakarta Selatan Saat Ini?


3 Hal yang Jangan Dikatakan pada Teman yang Keguguran

10 Dokter Kandungan Favorit Para Mommies

Hal yang Perlu Diperhatikan Jika Ingin Punya Anak Perempuan

Mengapa Perempuan Usia di Atas 35 Tahun (Lebih) Susah Hamil?

10 Cara Kelola Stres untuk ‘Memudahkan’ Program Hamil

Viewing all 67 articles
Browse latest View live


Latest Images